LIKE,SHARE PAGE DAN KLIK (X) UNTUK BACA Button Close
-

Kemaluan Isteri MEMBUSUK Dan BERNANAH,Rupa-Rupanya Ini Puncanya..ALLAHUAKBAR…!!!|

Kemaluan Isteri MEMBUSUK Dan BERNANAH,Rupa-Rupanya Ini Puncanya..ALLAHUAKBAR…!!!| Lama benar saya tidak berjumpa dengan Ariffin. Rasanya sudah lebih tujuh tahun sejak kawan lama saya itu di arahkan mengajar di Johor. Karena itulah, ketika dia datang ke kantor saya pagi itu, saya rasa terlalu seronok.
Kemaluan Isteri MEMBUSUK Dan BERNANAH,Rupa-Rupanya Ini Puncanya..ALLAHUAKBAR...!!!

“Eh, makin kurus nampak. Diet ke? “Kata saya setelah mempersilakannya duduk.
” Tak adalah. biasa la cikgu, kan sekarang ni macam-macam kerja. Kurikulumlah, kokurikulumlah, sukanlah. badan gemuk pun bisa jadi Tinggal tulang, “kritik Arifin.
” Tengok ni ustaz, baju pun dah menggelebeh. Celana pun longgar, “Tambahkan Arifin sambil menarik lengan baju untuk menunjukkan betapa kurusnya dia dan besarnya baju yang di pakai.
Setelah bertanya itu ini dan mengusiknya serba sedikit, saya bertanya Arifin tentang hajatnya datang menemui saya. Yalah, tiba-tiba saja Muncul, pasti ada hajat yang hendak di sampaikan.
“Orang rumah saya sakitlah, ustaz”, kata Arifin.
“Patutlah aku tengok engkau lain macam aja tadi. Ketawa pun hendak Tak akan. Sakit apa? “Saya bertanya. Agak lambat Arifin menjawab. Dia menarik nafas, kemudian meraup muka dan seterusnya bersandar di kursi. Setelah itu disorotnya mata saya dalam-dalam.
“Entahlah.” Katanya perlahan,
“Lima tahun lalu tiba-tiba saja badan dia melepuh-lepuh. Di kaki, paha, perut, dibelakang. penuh dengan lepuh macam orang terkena air Panas, “kata Arifin.
Tambahkan teman lama saya itu, dia telah membawa istrinya, Niza, ke Serata rumah sakit dan klinik, namun obat yang di beri oleh dokter tidak Dapat meringankan penyakitnya.
“Sakit apa, dokter pun tak tau,” tambahnya.
“Dah pergi berobat kampung?” saya bertanya.
“Dah, tapi macam biasalah. bomoh, cakap kena buat orang, terceroboh daerah goblin., sampuk. macam-macam lagi. Duit banyak habis, Waktu terbuang, tapi sakitnya tak juga sembuh, “jelas Arifin.
Bahkan, kata teman saya itu, lepuh-lepuh menjadi bertambah banyak pula Hingga tubuh istrinya yang langsing menjadi sembab. Wajahnya yang Cantik juga berubah murung, kusut
“Itu masih tak mengapa ustaz. Yang menambahkan kekhawatiran saya, Setelah beberapa lama, lepuh-lepuh itu berubah pula jadi gerutu dan berbintil-bintil macam katak puru, “tambah Arifin.
Akibatnya, sekali lagi Niza menderita karena setelah tubuhnya jelek Akibat sembab, seluruh kulitnya yang dulu licin menjadi ofensif. Dari tangan, bintil-bintil kecil dan besar seperti bisul tumbuh merata, kaki sampai ke muka.
Karena penyakit itu, teman-teman yang datang mengunjungi terkejut karena hampir tidak mengenalinya lagi. Akibatnya, Niza terpaksa berhenti kerja. Dia malu untuk berhadapan dengan teman sekantor.
Memang ada yang bersimpati tapi ada juga yang mengejek. Banyak yang menyindir di belakang, tapi ada juga yang tanpa rasa bersalah mengaibkannya secara berhadapan.
Dua tiga tahun berlalu, penyakit Niza bertambah parah. Sehelai demi sehelai rambutnya rontok sampai hampir botak. Rambut yang lembut mengurai menjadi jarang sampai menampakkan kulit kepala yang memutih. Keadaannya itu sangat menyedihkan karena usia awal 30an, rambutnya seperti wanita berumur 90an. Seperti daun karet gugur di musim panas, semakin hari semakin banyak rambut Niza gugur. Dalam waktu yang sama, kuku tangan dan kakinya juga menjadi lebam. Dari biru, ia berubah kehitaman seperti di penuhi darah beku.
“Tiap hari, dia termenung. Dia mengeluh, kenapa dia sakit macam ni. Kenapa dia, bukan orang lain? Apa salah dia? Kasian betul saya tengok, “kata Arifin. Wajahnya sayu
“Hidup kami pun jadi tak terurus macam dulu”.
Di sebabkan dokter lokal gagal menyembuhkan penyakit Niza, Arifin membawa isterinya ke Singapura. Hampir sebulan mereka di sana dan banyak uang di habiskan namun pulang dengan hati kecewa. Dokter di negara itu juga tidak dapat menemukan penawar kondisi penyakit tersebut.
“Sekarang ni, kondisi istri saya dah bertambah parah. Bila malam saja dia meraung, meracau dan menangis-nangis. Jadi, saya harap ustaz dapatlah tolong serba sedikit sebab dah habis ikhtiar saya menyembuhkan cara modern, “tambah Arifin.
” InsyaAllah. “Balas saya.
Tapi saya mulai terasa aneh. Perasaan ingin tahu mulai tumbuh karena berdasarkan pengalaman, kata-kata yang terucap saat seseorang yang meracau dapat membantu kita merawatnya. Ini karena saat meracau itulah dia meluahkan segala yang terbuku di hati.
“Apa yang dia cakap masa meracau tu?”
“Macam-macam ustaz. tapi ada waktunya dia minta ampun maaf dari saya. Saya tanya kenapa? . Dia tak cakap, Cuma minta maaf saja. Yalah. orang dah sakit memang begitu, “kata Arifin.
Saya cuma mendiamkan diri. Mengiakan tidak, menggeleng pun tidak. Setelah berbincang lama, dia meminta diri. Sebelum pulang, saya berjanji untuk ke rumah Arifin pada malam harinya.
“Datang ya, ustaz. Saya tunggu, “katanya sambil mengangkat punggung.
Dia kemudian melangkah lemah meninggalkan kantor saya. Seperti yang dijanjikan, saya sampai ke rumahnya setelah Isya.
“Jemput masuk ustaz,” Arifin memperlawa sambil membawa saya ke sebuah ruangan.
“Dia baring dalam bilik ni. Ustaz jangan terkejut pula tengok muka dia. Orang rumah saya ni sensitif sikit, “bisiknya sebelum kami masuk ke kamar tersebut.
Begitu pintu di buka, terlihat seorang wanita berselimut paras dada terbaring miring menghadap dinding.
” Za. Ni Ustaz Nahrawi datang, “kata Arifin perlahan sambil memegang bahu istrinya. Dengan lemah, Niza menoleh. MasyaAllah memang kondisi Niza sangat menyedihkan. Wajahya penuh dengan bintil-bintil yang menggerutu. Matanya terperosok ke dalam sementara tulang pipi membojol seperti bongkahan batu yang membayang dipermukaan tanah. Badannya pula kurus tirus dan kepala setengah botak menandakan dia sudah lama menderita. Niza cuma tersenyum tawar memandang saya. Saya dekati dia dan setelah lima menit meneliti keadaannya, saya panggil Arifin ke sudut kamar.
Dengan suara setengah berbisik, saya bertanya; “Pin, saya nak tanya sikit, tapi sebelum tu minta maaflah kalau nanti awak tersinggung”.
“Tak adalah, ustaz. Tanyalah, saya tak kisah, “jawab Arifin.
” Err ,. dari mana datangnya bau yang. “soal saya, tapi tak sanggup nak menghabiskannya. Bau yang saya maksudkan itu agak busuk.
“Ooo. mmm, dari alat sulit dia, “kata Arifin perlahan.
” Keluar lendir bercampur nanah. “
Saya tidak memperpanjang lagi topik itu karena tidak ingin memalukan Arifin dan istrinya. Lagi pun tidak manis untuk bertanya tentang hal-hal yang seperti itu.
Sebelum kami duduk kembali di sisi Niza, saya memberitahu Arifin, kadangkala di timpa penyakit sebegini sengaja di turunkan balasan oleh Allah karena ada melakukan dosa durhaka kepada orangtua . Lantas saya bertanya, apakah Niza sudah meminta ampun dari orang tuanya.
“Sudah ustaz. Dengan emak dan ayah nya saya pun sudah. ​​”
” Kalau macam tu, baguslah, “kata saya.
Setelah merawat Niza dengan doa dan ayat yang dikutip dari al-Quran, saya meminta diri. Sebelum itu saya nasihatkan Arifin dan Niza serta keluarga mereka untuk bersabar dengan ujian Allah.
“Sama-samalah kita berdoa supaya dia sembuh,” kata saya sebelum meninggalkan rumah Arifin.
Sudah ketentuan Allah, rupa-rupanya kondisi Niza menjadi bertambah parah. Hal ini saya ketahui ketika Arifin menghubungi saya beberapa minggu kemudian. Menurut teman saya itu, istrinya kini kian parah racaunya.
Memang benar. Bila saya menziarahnya petang itu, Niza terlihat semakin parah. Sebentar-sebentar dia meracau yang bukan-bukan. Bahkan saya pun tidak dikenalinya lagi.
Sebelum pulang saya menyarankan Arifin supaya melakukan solat hajat memohon ke hadirat Ilahi supaya menyembuhkan istrinya. Nasihat saya itu dipatuhi namun beberapa hari kemudian Arifin menghubungi saya lagi. Kali ini suaranya lebih sedih, seperti hendak menangis.
“Ustaz,” katanya,
“Sekarang barulah saya tau kenapa dia jadi macam tu”
“Kenapa?” Pantas saya bertanya …
“Sejak dua tiga malam lalu, dia minta ampun dari saya dan ceritakan semuanya”. Arifin menghubungkan ceritanya;
Malam itu saya terkejut sebab saat meracau istri saya minta ampun karena telah mengenakan ilmu kotor kepada saya. Kata Niza, dia telah memasukkan darah haid dan air maninya ke dalam makanan saya.
Saya tanya “Kenapa?”
Dia jawab, supaya ikut kata-katanya dan tak cari perempuan lain.
“Tambahkan saya kesal, setelah itu dia meminta ampun pula karena telah berselingkuh ke saya. Kata Niza, dia lakukan perbuatan tu setelah saya ditundukkan dengan ilmu hitam. “
Saya tanya, waktu bila awak buat? Dia jawab selama ketidakhadiran saya, tidak kira lah saat saya bertugas di luar daerah. Saat keluar seorang diri, dia telah membuat hubungan sulit dengan beberapa pria.
“Niza sebutkan nama pria-pria itu, tapi saya tak kenal. Kata Niza, hubungan mereka bukan setakat kawan saja, bahkan sudah ke tingkat zina. Karena itu dia minta berbanyak-banyak ampun dari saya.
Dia minta saya maafkan. “Saya tak sangka betul, ustaz. Madu yang saya beri, racun yang dibalasnya. Patutlah selama ini bila berdepan dengan dia saya jadi hilang pertimbangan. Saya jadi lemah, rasa diri saya kerdil, takut nak membantah. Sudahlah begitu, dia jadi perempuan. “Kata Arifin tanpa sanggup menghabiskan kata-katanya. Termenung saya mendengar ceritanya itu.
Tidak saya sangka Niza sanggup berperilaku demikian karena Arifin bukan orang sembarangan. Arifin berpendidikan agama dan setia kepada istrinya. Budi bahasa pun elok.
“Kalau sudah begitu bunyinya, saya rasa awak maafkanlah dia,” kata saya.
Selain itu saya menyarankan kepada Arifin supaya merelakan istrinya pergi.
Kata saya, mungkin nyawa istrinya itu terlalu sulit meninggalkan jasad karena dia menginginkan ampunan suaminya terlebih dahulu. ”
Setelah semua, dia sudah terlalu menderita, sampai badan tinggal tulang, kepala pun dah nak botak. Dokter pula sudah konfirmasikan penyakit dia tidak dapat disembuhkan lagi. Jadi, menurut saya, dari dia terus azab menanggung azab sakaratulmaut, adalah lebih baik kalau kau relakan saja dia pergi.
Saya tau itu susah nak di buat, tapi keadaan memaksa. ”
” Ampunkan dia? “Arifin bertanya balik.
” dia dah durhaka dengan saya, buat tak senonoh dengan pria lain, kenakan ilmu sihir kepada saya, ustaz mau saya maafkan dia? “tingkah Arifin dengan suara yang agak keras.
Mungkin dia terkejut.
“Ya. dia pergi dengan aman dan awak pula dapat pahala, “jelas saya. Saya terus membujuknya supaya beralah demi kebaikan istrinya. Saya katakan, yang lalu lepaslah. Lagi pun Niza sudah mengaku dosanya, jadi adalah lebih baik Arifin memaafkannya. Mungkin dengan cara itu Niza akan insaf dan meninggal dengan mudah. ​​
“Takkan awak nak biarkan dia menderita? Awak nak pukul dia? Maki dia? Tak ada gunanya. Maafkan saja dia dengan hati yang benar-benar ikhlas, “jelas saya.
Setelah puas memujuk, akhirnya Arifin mengalah juga. Lalu saya nasihatkan supaya dia bacakan surah Yasin tiga kali dan ulangkan ibu Yasin (Salaamun qaulam mirrabir rahim) sebanyak tujuh kali.
“Buat malam ni juga. Lalu tunaikan shalat, “kata saya. Seminggu kemudian Arifin menelepon saya. Dengan sedih ia memberi tahu istrinya sudah meninggal. Tambahkan teman saya itu, Niza pergi tanpa ada sadari karena ketika itu dia sedang menunaikan shalat Isya. Bila kembali, dia lihat isterinya tidak bernyawa lagi.
“Tapi Alhamdulillah, sebelum pergi dia sempat minta ampun dari saya sekali lagi karena memberontak. Marah, memang marah, tapi bila dia pegang tangan saya sambil menangis dan kemudian minta ampun, tidak sanggup juga rasanya untuk membiarkan dia pergi dalam keadaan tanpa kemaafan dari saya. Ustaz, saya dah ampunkan dia.
“Namun demikian, kata Arifin, lendir dan nanah busuk masih lagi mengalir dari alat kelamin almarhum istrinya itu sampai mayatnya dimakamkan.
Kepada wanita, kutiplah pengajaran dari cerita ini. Kepada pria, hati-hatilah dalam memilih istri, jangan pandang hanya pada penampilan.